Monday, September 28, 2015

Kode Etik dan Profesional Guru

Kode Etik Dan Profesionalisme Guru
KODE ETIK DAN PROFESIONALISME GURU
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pendidik mempunyai dua arti, secara luas artinya ialah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak. Secara alamiah anak, sebelum mereka dewasa menerima pembinaan dari orang-orang dewasa agar mereka dapat berkembang dan bertumbuh secara wajar. Orang-orang yang berkewajiban membina anak-anak secara alamiah adalah orang tua masing-masing, warga masyarakat, dan tokoh-tokohnya.
Sedangkan pendidik dalam arti sempit adalah seseorang yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadi guru dan dosen. Kedua pendidik ini diberi pelajaran tentang pendidikan dalam waktu relative lama agar mereka menguasai ilmu itu dan terampil dalam melaksanakannya dalam mengajar.
Seorang pendidik yang akan dibahas penulis disini adalah seorang guru. Dalam penyusunan makalah ini akan dibahas lebih jelas tentang pengertian kode etik dan profesionalisme guru, macam-macam kode etik guru, dan aspek profesionalisme guru.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Setelah mengetahui latar belakang penulisan makalah ini diatas, terdapat beberapa masalah yang harus dibahas lebih jelas, antara lain sebagai berikut:
1.2.1 Apa pengertian dari kode etik dan profesionalisme guru?
1.2.2 Apa saja kode etik guru ?
1.2.3 Apa saja aspek profesionalisme guru?
1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut:
1.3.1 Mengetahui pengertian kode etik dan profesionalisme guru
1.3.2 Mengetahui macam-macam kode etik guru
1.3.3 Mengetahui aspek profesionalesme guru


KODE ETIK DAN PROFESIONALISME GURU
2.1 Pengertian Kode Etik dan Profesionalisme Guru
Istilah kode etik itu terdiri dari dua kata, yakni kode dan etik. Kata etik berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak, adab, atau cara hidup. Sehingga etik dapat diartikan ”menunjukkan cara berbuat yang menjadi adat, karena persetujuan dari kelompok manusia”. Istilah kode ialah sistem nilai-nilai yang biasanya dikaji oleh etik itu sendiri, maka terwujud apa yang disebut kode etik itu. Secara harfiah, kode etik berarti sumber etik. Sedangkan etika artinya tata susila atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Dapat disimpulkan bahwa istilah kode etik guru ialah sebagai aturan tata susila keguruan. Menurut Westby Gibson, kode etik guru dikatakan sebagai suatu statemen formal yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam mengatur tingkah laku guru.
Sedangkan istilah profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni noleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar, 1989). Profesi adalah suatu pekerjaan jabatan yang menuntut keahlian tertentu, artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui npendidikan dan pelatihan secara khusus. Sedangkan profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang. Jadi, profesionalisme guru adalah merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian.
Profesionalisme guru mempunyai makna penting, yaitu:
a. profesionalisme guru memberikan jaminan perlindungan kepada kesejahteraan masyarakat umum
b. profesionalisme guru merupakan suatu cara untuk memperbaiki profesi pendidikan yang selama ini dianggap oleh sebagian masyarakat
c. profesionalisme memberikan kemungkinan perbaikan dan pengembangan diri yang memungkinkan guru dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin dan memaksimalkan kompetensinya.
2.2 Kode Etik Guru
Guru sebagai tenaga professional perlu memilki kode etik guru dan menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam pengabdian. Kode etik guru ini merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap dan perbuatan guru. Bila guru telah melakukan perbuatan asusila amoral berarti guru telah melanggar kode etik guru, sebab kode etik guru ini sebagai salah satu cirri yang harus ada pada profesi guru itu sendiri.
Mengenai kode etik guru, penulis membahas guru di Negara Indonesia. Berikut ini akan dikemukakan kode etik guru Indonesia sebagai hasil rumusan kongres PGRI XIII pada tanggal 21-25 November 1973 di Jakarta. Antara lain sebagai berikut:
a. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
b. Guru memiliki kejuruan professional dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan anak didik masing-masing.
c. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
d. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua anak didik sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
e. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
f. Guru sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
g. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesame guru, baik berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan.
h. Guru secara hukum bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
i. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Kode etik guru ini merupakan suatu yang harus dilaksanakan sebagai barometer dari semua sikap dan perbuatan guru dalam berbagai segi kehidupan, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Hampir semua guru telah menaati peraturan perundang-undangan dan kedinasan, akan tetapi masih banyak yang mengembangkan profesinya secara kontinu dan ikut memelihara serta memajukan mutu organisasi profesi.
2.3 Aspek Profesionalisme Guru
Guru profesional adalah guru yang mengenal dirinya. Yaitu, dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk atau dalam belajar. Guru dituntut mencari tahu terus menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka, apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebabnya dan mencari jalan keluar bersama peserta didik bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk memurnikan keguruannya. Mau belajar dengan meluangkan waktu untuk menjadi guru. Seorang guru yang tidak bersedia belajar, tidak mungkin tahan dan bangga menjadi guru, padahal hal itu adalah langkah menjadi guru yang professional.
Guru yang professional pada intinya adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, membedah aspek profesionalisme guru berarti mengkaji kompetensi yang harus dimiliki seorang guru.
Menurut Soedijarto kemampuan professional guru meliputi:
a. Merancang dan merencanakan program pembelajaran
b. Mengembangkan program pembelajaran
c. Mengelola pelaksanaan program pembelajaran
d. Menilai proses dan hasil pembelajaran
e. Mendiagnosis factor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran.
Untuk dapat dikuasainya lima kemampuan professional tersebut diperlukan pengetahuan dasar dan pengetahuan professional, seperti pengetahuan tentang; perkembangan dan karakteristik peserta didik; disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran; konteks social, budaya, politik, dan ekonomi tempat sekolah beroperasi; tujuan pendidikan; teori belajar, baik umum maupun khusus; teknologi pendidikan yang meliputi model belajar dan mengajar; dan sistem evaluasi proses dan hasil belajar (Soedijarto, 2005).
Dari sumber lain, kemampuan dasar profesionalisme guru antara lain sebagai berikut:
a. Menguasai bahan
 Menguasai bahan mata pelajaran dan kurikulum sekolah
Ø
 Menguasai bahan pendalaman atau aplikasi pelajaran
Ø
b. Mengelola program belajar mengajar
 Merumuskan tujuan instruksional
Ø
 Mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar
Ø
 Memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat
Ø
 Melaksanakan program belajar mengajar
Ø
 Mengenal kemampuan anak didik
Ø
 Merenanakan dan melaksanakan pengajaran remedial
Ø
c. Mengelola kelas
 Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran
Ø
 Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi
Ø
d. Menggunakan media sumber
 Mengenal, memilih, dan menggunakan media
Ø
 Membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana
Ø
 Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar mengajar
Ø
 Mengembangkan laboratorium
Ø
 Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar
Ø
e. Menguasai landasan kependidikan
f. Mengelola interaksi belajar mengajar
g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
h. Mengenal fungsi dan program pelayanan BK
 Menyelenggarakan program layanan BK di sekolah
Ø
i. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
 Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah
Ø
 Menyelenggarakan administrasi sekolah
Ø
j. Memahami prinsip-prinsip dan mentafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran


PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Pengertian Kode Etik Dan Profesionalisme Guru
kode etik guru ialah sebagai aturan tata susila keguruan. Menurut Westby Gibson, kode etik guru dikatakan sebagai suatu statemen formal yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam mengatur tingkah laku guru.
, profesionalisme guru adalah merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian.
3.1.2 Kode Etik Guru
Kode etik guru Indonesia sebagai hasil rumusan kongres PGRI XIII pada tanggal 21-25 November 1973 di Jakarta. Antara lain sebagai berikut:
j. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
k. Guru memiliki kejuruan professional dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan anak didik masing-masing.
l. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
m. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua anak didik sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
n. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
o. Guru sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
p. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesame guru, baik berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan.
q. Guru secara hukum bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
r. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

3.1.3 Aspek Profesionalisme Guru
Dari sumber lain, kemampuan dasar profesionalisme guru antara lain sebagai berikut:
a. Menguasai bahan
b. Mengelola program belajar mengajar
c. Mengelola kelas
d. Menggunakan media sumber
e. Memahami prinsip-prinsip dan mentafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran
f. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
g. Menguasai landasan kependidikan
h. Mengelola interaksi belajar mengajar
i. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
j. Mengenal fungsi dan program pelayanan BK



DAFTAR PUSTAKA
Kunandar. 2008. Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses Dalam sertifikasi Guru . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta: PT RENIKA CIPTA















BAB 1
PENDAHULUAN


Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)  menetapkan kode etik guru pada 2013. Kode etik tersebut akan mengikat dan mempertegas guru sebagai profesi.  Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo mengatakan,kode etik ini akan berlaku seperti dokter yang mempunyai satu naungan organisasi profesi yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sedangkan guru sesuai UU Guru dan Dosen No 14/2005 mempunyai PGRI untuk membuat kode etik tersebut. Sulistiyo menjelaskan, kode etik tersebut akan mengatur hubungan guru dan siswa,guru dan orang tua/wali murid,guru dan masyarakat, guru dan sekolah dan rekan sejawat,profesi dan guru dengan organisasi profesi,serta aturan antara guru dan pemerintah.
Untuk kode etik guru dengan peserta didik, guru tidak membuka rahasia siswanya. Sedangkan kode etik guru dengan orang tua seperti tidak boleh mencari keuntungan pribadi dengan orang tua/wali.Selanjutnya kode etik dengan masyarakat yaitu guru harus peka terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat. Sementara hubungannya dengan sekolah dan rekan sejawat yakni guru memiliki beban moral untuk bekerja profesional dan tidak mengeluarkan penyataan keliru terkait kualifikasi dan kompetensi sejawat.
Sedangkan antara guru dan profesinya yakni guru tidak menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat memengaruhi profesinya. Sedangkan kode etik guru dengan pemerintah seperti guru tidak akan menghindar dari kewajiban yang dibebankan pemerintah untuk kemajuan pendidikan. Pada Januari 2013 kode etik guru Indonesia segera diterapkan. Bersamaan dengan itu dibentuk dewan kehormatan guru untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh guru.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengapresiasi dan mendukung kode etik guru. Dengan begitu, para guru akan memiliki norma yang jelas dalam menjalankan semua tugas-tugasnya sebagai tenaga pendidik.”Kode etik guru itu sangat positif dan memang diperlukan,”imbuhnya. Selain itu, Nuh juga mendorong upaya PGRI untuk menjadi sebuah organisasi profesi. ”Kami mendukung dan kami akan bekerja sama dengan PGRI,”kata dia. Anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar berpendapat, kode etik ini merupakan langkah yang bagus untuk merealisasikan guru sebagai profesi sesuai UU Guru dan Dosen.Selain itu, kode etik ini juga akan mempertegas batasan guru sebagai profesi dan aparatur negara yang mudah sekali rancu apabila ada tugas yang tidak sesuai profesi yang dibebankan pemerintah.

A.    Latar Belakang.
Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) mulai diberlakukan Januari 2013.  KEGI sangat berkaitan dengan mutu guru dan mutu pendidikan di Indonesia.  Guru perlu ada kode etik yang menjadi rambu-rambu profesi sama halnya dengan profesi lainnya seperti jurnalis atau dokter yang memiliki kode etik.
Guru mempunyai kedudukan sebagai “Guru Sebagai Profesi”atau tenaga profesional. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sebagai tenaga profesional, guru dituntut untuk selalu mengembangkan diri sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Sebagai suatu profesi, guru memerlukan kode etik.
Kode Etik Guru Indonesia yang telah disepakati Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memiliki relevansi, sesuai kompentensi pedagogik dan profesional seorang guru karena di dalamnya juga mengatur hubungan antara guru, peserta didik, orangtua, masyarakat, teman sejawat, serta organisasi profesi lain maupun profesinya sendiri.
Saat ini sudah dibentuk Dewan Kehormatan Guru di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia yang akan menerima laporan atas pelanggaran KEGI yang dilakukan guru. Untuk itu, semua guru tanpa kecuali harus mentaati kode etik ini dan jika dalam melaksanakan profesinya terbukti menyalahi kode etik, maka akan dijatuhi sanksi tegas sebagaimana diatur dalam Kode Etik Guru Indonesia.
Beberapa suplemen Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), diantaranya :
·         semua pelanggaran guru yang  berhubungan dengan profesi guru (di/dalam kelas, lingkungan sekolah, yang masih ada hubungan dengan/berkaitan dengan hubungan guru-murid – murid-guru, proses berlajar-mengajar, serta hal-hal yang bisa dikategorikan sebagaihubungan guru-nurid – murid-guru), maka harus dilaporkan ke ke/pada Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI)
·         perselisihan antara masyarakat dengan guru terkait profesi guru, maka harus dilaporkan ke ke/pada Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI).
·         jika kesalahan/pelanggaran yang dilakukan guru tak berhubungan dengan  profesi guru, misalnya narkoba, pembunuhan, hingga teroris, atau pelanggaran hukum lainnya, maka polisi langsung memproses tanpa melewati DKGI; DKGI kabupaten – kota.
·         Selanjutnya, DKGI menjalankan proses penegakan kode etik hingga tahap persidangan; hasil dari persidangan, bisa berujung pemberian sanksi, sanksi administrasi, kepegawaian, hukum pidana; masing-masing sanksi (kategori ringan, sedang, berat), ditetapkan berdasar keputusan DKGI.
·         Jika putusan sidang di Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI ) menjatuhkan vonis atau pun sanksi, yang nyata-nyata melanggar hukum (yang berlaku di NKRI), maka diserahkan ke pihak kepolisian; guru juga memiliki hak banding atas putusan tersebut.
Dengan adanya Kode Etik Guru Indonesia, masyarakat tidak perlu merasa khawatir lagi menjadi bola permainan beberapa guru seperti sering terjadi selama ini. Meski pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi guru-guru untuk berjualan buku kepada murid-muridnya, namun dengan berbagai dalih dan cara, mereka tetap saja memaksa murid-murid membeli buku yang mereka tunjuk, yang merupakan hasil kerjasamanya dengan penerbit tertentu. Murid tidak diberi kesempatan untuk menggunakan buku lain, sehingga seolah ilmu dari buku tersebut saja yang paling bermutu. Dan untuk mempertahankan pangsa pasarnya pada tahun berikutnya, maka buku-buku tersebut sudah tidak bisa dipakai oleh kelas berikutnya.
Model ‘pemerasan lainnya’ guru membuka les privat bagi murid-muridnya, meski hal ini juga sudah ada larangannya. Namun, karena para orang tua takut kalau terjadi apa-apa pada anaknya jika tidak mengikuti les tersebut, maka dengan terpaksa mengikutkan anaknya les tersebut.
Disisi lain, Kode Etik Guru Indonesia ini memberi payung hukum bagi guru dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, sehingga masyarakat dan pihak-pihak lain tidak dapat semena-mena menghakimi guru jika ada permasalahan yang menyangkut profesi guru.

B. Tujuan

Peenyusunan makalah ini bertujuan :
·         Dapat mengetahui Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru
·         Mengetahui bagaimana profesionalisme seorang guru mentaati kode etik guru
C.    Rumusan Masalah
  • Apa arti kode etik guru yang sebenarnya
  • Bagai mana menerapkan kode etik guru
D. Batasan masalah

Pembahasan makalah ini hanya terbatas pada Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru




BAB II
PENERAPAN KODE ETIK PADA PROFESI

A. Pengertian Profesi
Profesi berasal dari bahasa latin "Proffesio" yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi: kegiatan "apa saja" dan "siapa saja" untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keah-lian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.
Menurut Dedi Supriadi 1999 profesi guru adalah orang suatu pelayanan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan.
Abin syamsudin 2000. Mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki rang pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan tingkat tinggi
Galbreath, J. 1999 profesi guru adalah orang yang Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik.

B. Pengertian  Profesional
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu;
  1. Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; 
  2. Penguasaan ilmu yang kuat; 
  3. Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
  4. Pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
C. Kode Etik Guru Indonesia
Kode etik
    Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri.
Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas kehendak sendiri), dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan.
Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter, guru, pustakawan, pengacara, Pelanggaran kde etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan Dokter Indonesia terdapat Kode Etik Kedokteran. Bila seorang dokter dianggap melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia, bukannya oleh pengadilan.
 Kode etik adalah pernyataan cita-cita dan peraturan pelaksanaan pekerjaan (yang membedakannya dari murni pribadi) yang merupakan panduan yang dilaksanakan oleh anggota kelompok. Kode etik yang hidup dapat dikatakan sebagai ciri utama keberadaan sebuah profesi.
Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat; sederhana, jelas dan konsisten; masuk akal, dapat diterima, praktis dan dapat dilaksanakan; komprehensif dan lengkap; dan positif dalam formulasinya. Orientasi kode etik hendaknya ditujukan kepada rekan, profesi, badan, nasabah/pemakai, negara dan masyarakat. Kode etik diciptakan untuk manfaat masyarakat dan bersifat di atas sifat ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status. Etika yang berhubungan dengan nasabah hendaknya jelas menyatakan kesetiaan pada badan yang mempekerjakan profesional.
Kode etik sebagai bimbingan praktisi. Dan hendaknya diungkapkan sedemikian rupa sehingga publik dapat memahami isi kode etik tersebut. Dengan demikian masyarakat memahami fungsi kemasyarakatan dari profesi tersebut. Juga sifat utama profesi perlu disusun terlebih dahulu sebelum membuat kode etik. Kode etik hendaknya cocok untuk kerja keras
Sebuah kode etik menunjukkan penerimaan profesi atas tanggung jawab dan kepercayaan masyarakat yang telah memberikannya

Rumusan Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia ini merupakan hasil rumusan Konferensi Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Meskipun banyak organisasi profesi guru tetapi berdasarkan pengalaman pada banyak jenis profesi dan negara, Kode Etik profesi sejenis bersifat tunggal.
Ada 7 kode etik yang harus dipatuhi, yaitu yang mengatur hubungan guru dengan peserta didik, orangtua/walimurid, masyarakat, sekolah dan rekan sejawat, profesi, organisasi profesi dan pemerintah. Tiap-tiap pokok hubungan itu tertuang dalam beberapa butir sebagai berikut:
1.        Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a.       Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b.      Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c.       Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d.      Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan meng-gunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e.       Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus harus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajaryang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f.       Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g.      Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gang-guan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h.      Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keselu-ruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i.        Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
j.        Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k.      Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l.        Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m.    Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n.      Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o.      Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profe-sionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p.      Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profe­sional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

2.        Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa:
a.         Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b.         Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c.         Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
d.        Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan
e.         Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f.          Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kema­juan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g.         Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

3.        Hubungan Guru dengan Masyarakat:
a.       Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengem-bangkan pendidikan.
b.      Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c.       Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d.      Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
e.       Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan mening­katkan kesejahteraan peserta didiknya.
f.       Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g.      Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
h.      Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.

4.        Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat:
a.       Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
b.      Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
c.       Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
d.      Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
e.       Guru menghormati rekan sejawat.
f.       Guru saling membimbing antar sesama rekan sejawat.
g.      Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standardan kearifan profesional.
h.      Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan junior-nya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
i.        Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan
pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas
pendidikan dan pembelajaran.
j.        Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiaptindakan profesional dengan sejawat.
k.      Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalan-kan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
l.        Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m.    Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n.      Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan penda-pat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
o.      Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
p.      Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q.      Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.

5.        Hubungan Guru dengan Profesi:
a.       Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b.      Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan.
c.       Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d.      Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggung jawab atas konsekuensinya.
e.       Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggung jawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f.       Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan penda­pat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
g.      Guru tidak boleh menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesio­nalnya.
h.      Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.

6.        Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya:
a.       Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
b.      Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
c.       Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d.      Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggung jawab atas konsekuensinya.
e.       Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f.       Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g.      Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h.      Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

7.        Hubungan Guru dengan Pemerintah:
a.       Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
b.      Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
c.       Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan berne-gara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d.      Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e.       Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.

D. Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru
Guru dalam menjalani profesinya sebagai guru perlu mematuhi dan mempelajari Kode Etik Guru Indonesia.
Etika Profesi Pendidikan, menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan yang memerlukan adanya etika. Kata  etika berasal dari bahasa Yunani  “ethos” bermakna adat kebiasaan, etika terkait dengan tingkah laku manusia mana yang baik dan buruk sesuai dengan akal pikiran.  Etika juga lazim disebut  “akhlaq” yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan yang tercela.  Sedangkan profesi merupakan kelompok lapangan kerja khusus dan dalam melaksanakan kegiatan memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia.. Profesi hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
Profesi mensyaratkan adanya pengetahuan formal, maka hal ini  menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan. Lembaga pendidikan ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan meneruskan pengetahuan profesional.
Mencermati kode etik guru yang mengatur hubungan antara guru dan murid, dapat kita lihat sebagai berikut :
Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a.              Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b.             Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c.              Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d.             Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan meng-gunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e.              Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus harus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajaryang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f.              Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g.             Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gang-guan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h.             Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keselu-ruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i.               Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
j.               Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k.             Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l.               Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m.           Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n.             Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o.             Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p.             Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profe­sional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

Pengaturan mengenai hubungan guru- peserta didik (murid) dalam kode etik guru adalah hal yang seharusnya dominan dan utama, karena sebenarnya kode etik itu dibuat untuk memperjelas relasi guru-murid, sehingga tidak sampai terjadi pelanggaran etika profesi guru. Tetapi bila kita mencermati bunyi kode etik di atas, terasa belum jelas aturan mengenai relasi guru dengan murid. Banyak poin-poin dalam kode etik itu yang tidak dapat terukur dengan jelas. Instrumen yang digunakan untuk menilai pelaksanaan tiap butir kode etik guru itu juga masih tidak jelas. Ketidakjelasan relasi guru dengan murid dan stakeholder lain itu akan menyulitkan pelaksanaan UU Guru. Sebab, beberapa pasal RUU Guru, termasuk dasar pemberian sanksi administratif, mengacu kode etik guru
Bila rumusan kode etiknya tidak begitu jelas, bagaimana Dewan Kehormatan Guru (Pasal 30–32 RUU Guru) dapat bekerja dengan baik, padahal salah satu tugas Dewan Kehormatan Guru memberi saran dan pertimbangan dalam rangka pelaksanaan tugas profesional dan Kode Etik Guru Indonesia.
Berbeda misalnya kode etik yang menyangkut hubungan guru dengan murid itu berbunyi:
  • Guru tidak boleh memberi les privat kepada muridnya;
  • Guru tidak boleh menjual buku pelajaran atau benda-benda lain kepada murid;
  • Guru tidak boleh berpacaran dengan murid;
  • Guru tidak boleh merokok di depan kelas/murid;
  • Guru tidak boleh melakukan intimidasi, teror, dan tindak kekerasan kepada murid,
  • Guru tidak boleh melakukan penistaan terhadap murid;
  • Guru tidak boleh ber-HP ria di dalam kelas, dan sebagainya
Yang menjadi masalah bagi kalangan pendidikan bukanlah belum adanya kode etik guru, melainkan sudah sejauh mana guru-guru di negeri ini mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan kode etik guru tersebut, baik dalam mendidik anak bangsa ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, guru betul-betul menjadi suri teladan bagi seluruh komponen bangsa di mana pun berada.
Peranan tim asesor dalam menilai kinerja guru sangat menentukan keberhasilan implementasi kode etik guru ini bagi pelaksanaan pembelajaran.  Menurut  PP No. 19 Tahun 2005 akan jelas bahwa untuk menjadi seorang tenaga pendidik yang profesional tidaklah mudah, mereka harus benar-benar teruji dan memenuhi persyaratan. Sebagai tenaga profesional, seharusnya setiap guru benar-benar menghayati dan mengamalkan Kode Etik Guru Indonesia.

E. Kesimpulan

Dengan adanya kode etik guru, maka akan ada majelis kehormatan yang akan mengawal pelaksanaan kode etik tersebut. Jika ada guru yang melanggar kode etiknya, maka dewan kehormatan ini yang akan memberi sangsi kepada guru yang melanggar.
Dari pihak guru sendiri, pengakuan bahwa pekerjaan guru merupakan sebuah profesi akan memiliki beberapa arti. Pertama, dengan diakui sebagai sebuah profesi tentu akan meningkatkan pendapatan mereka, sehingga mereka tidak perlu mencari sumber penghasilan lain untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan demikian mereka lebih memiliki waktu dan biaya untuk pengembangan keahliannya. Kedua, pengakuan tadi juga akan meningkatkan prestise pekerjaan guru.

F. Saran
Yang perlu diatur dalam kode etik guru adalah apa yang boleh dan tidak boleh atau pantas dan tidak pantas dilakukan seorang guru. Indikator "boleh-tidak boleh dan pantas-tidak pantas" suatu tindakan harus jelas agar memberi arah jelas untuk bertindak atau menilai apakah seorang guru melanggar kode etik atau tidak. Bila indikator "boleh-tidak boleh atau pantas-tidak pantas" itu tidak jelas, baik bagi guru maupun orang lain, sulit untuk menilai apakah guru itu melanggar kode etik atau tidak.




DAFTAR PUSTAKA

Keneth AS , Jonas ES. 2007. Etika Profesi Kependidikan.  Yogyakarta: Universitas Sandha.
Supriadi, D. 1998. Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta: Depdikbud.
Surya, H.M. 1998. Organisasi dan Profesi. No. 7/1998. Hlm. 15-17.
http://lenterakecil.com/kode-etik-guru-indonesia-kegi-2013/
Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.









































BAB 1
PENDAHULUAN


Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)  menetapkan kode etik guru pada 2013. Kode etik tersebut akan mengikat dan mempertegas guru sebagai profesi.  Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo mengatakan,kode etik ini akan berlaku seperti dokter yang mempunyai satu naungan organisasi profesi yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sedangkan guru sesuai UU Guru dan Dosen No 14/2005 mempunyai PGRI untuk membuat kode etik tersebut. Sulistiyo menjelaskan, kode etik tersebut akan mengatur hubungan guru dan siswa,guru dan orang tua/wali murid,guru dan masyarakat, guru dan sekolah dan rekan sejawat,profesi dan guru dengan organisasi profesi,serta aturan antara guru dan pemerintah.
Untuk kode etik guru dengan peserta didik, guru tidak membuka rahasia siswanya. Sedangkan kode etik guru dengan orang tua seperti tidak boleh mencari keuntungan pribadi dengan orang tua/wali.Selanjutnya kode etik dengan masyarakat yaitu guru harus peka terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat. Sementara hubungannya dengan sekolah dan rekan sejawat yakni guru memiliki beban moral untuk bekerja profesional dan tidak mengeluarkan penyataan keliru terkait kualifikasi dan kompetensi sejawat.
Sedangkan antara guru dan profesinya yakni guru tidak menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat memengaruhi profesinya. Sedangkan kode etik guru dengan pemerintah seperti guru tidak akan menghindar dari kewajiban yang dibebankan pemerintah untuk kemajuan pendidikan. Pada Januari 2013 kode etik guru Indonesia segera diterapkan. Bersamaan dengan itu dibentuk dewan kehormatan guru untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh guru.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengapresiasi dan mendukung kode etik guru. Dengan begitu, para guru akan memiliki norma yang jelas dalam menjalankan semua tugas-tugasnya sebagai tenaga pendidik.”Kode etik guru itu sangat positif dan memang diperlukan,”imbuhnya. Selain itu, Nuh juga mendorong upaya PGRI untuk menjadi sebuah organisasi profesi. ”Kami mendukung dan kami akan bekerja sama dengan PGRI,”kata dia. Anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar berpendapat, kode etik ini merupakan langkah yang bagus untuk merealisasikan guru sebagai profesi sesuai UU Guru dan Dosen.Selain itu, kode etik ini juga akan mempertegas batasan guru sebagai profesi dan aparatur negara yang mudah sekali rancu apabila ada tugas yang tidak sesuai profesi yang dibebankan pemerintah.

B.     Latar Belakang.
Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) mulai diberlakukan Januari 2013.  KEGI sangat berkaitan dengan mutu guru dan mutu pendidikan di Indonesia.  Guru perlu ada kode etik yang menjadi rambu-rambu profesi sama halnya dengan profesi lainnya seperti jurnalis atau dokter yang memiliki kode etik.
Guru mempunyai kedudukan sebagai “Guru Sebagai Profesi”atau tenaga profesional. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sebagai tenaga profesional, guru dituntut untuk selalu mengembangkan diri sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Sebagai suatu profesi, guru memerlukan kode etik.
Kode Etik Guru Indonesia yang telah disepakati Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memiliki relevansi, sesuai kompentensi pedagogik dan profesional seorang guru karena di dalamnya juga mengatur hubungan antara guru, peserta didik, orangtua, masyarakat, teman sejawat, serta organisasi profesi lain maupun profesinya sendiri.
Saat ini sudah dibentuk Dewan Kehormatan Guru di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia yang akan menerima laporan atas pelanggaran KEGI yang dilakukan guru. Untuk itu, semua guru tanpa kecuali harus mentaati kode etik ini dan jika dalam melaksanakan profesinya terbukti menyalahi kode etik, maka akan dijatuhi sanksi tegas sebagaimana diatur dalam Kode Etik Guru Indonesia.
Beberapa suplemen Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), diantaranya :
·         semua pelanggaran guru yang  berhubungan dengan profesi guru (di/dalam kelas, lingkungan sekolah, yang masih ada hubungan dengan/berkaitan dengan hubungan guru-murid – murid-guru, proses berlajar-mengajar, serta hal-hal yang bisa dikategorikan sebagaihubungan guru-nurid – murid-guru), maka harus dilaporkan ke ke/pada Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI)
·         perselisihan antara masyarakat dengan guru terkait profesi guru, maka harus dilaporkan ke ke/pada Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI).
·         jika kesalahan/pelanggaran yang dilakukan guru tak berhubungan dengan  profesi guru, misalnya narkoba, pembunuhan, hingga teroris, atau pelanggaran hukum lainnya, maka polisi langsung memproses tanpa melewati DKGI; DKGI kabupaten – kota.
·         Selanjutnya, DKGI menjalankan proses penegakan kode etik hingga tahap persidangan; hasil dari persidangan, bisa berujung pemberian sanksi, sanksi administrasi, kepegawaian, hukum pidana; masing-masing sanksi (kategori ringan, sedang, berat), ditetapkan berdasar keputusan DKGI.
·         Jika putusan sidang di Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI ) menjatuhkan vonis atau pun sanksi, yang nyata-nyata melanggar hukum (yang berlaku di NKRI), maka diserahkan ke pihak kepolisian; guru juga memiliki hak banding atas putusan tersebut.
Dengan adanya Kode Etik Guru Indonesia, masyarakat tidak perlu merasa khawatir lagi menjadi bola permainan beberapa guru seperti sering terjadi selama ini. Meski pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi guru-guru untuk berjualan buku kepada murid-muridnya, namun dengan berbagai dalih dan cara, mereka tetap saja memaksa murid-murid membeli buku yang mereka tunjuk, yang merupakan hasil kerjasamanya dengan penerbit tertentu. Murid tidak diberi kesempatan untuk menggunakan buku lain, sehingga seolah ilmu dari buku tersebut saja yang paling bermutu. Dan untuk mempertahankan pangsa pasarnya pada tahun berikutnya, maka buku-buku tersebut sudah tidak bisa dipakai oleh kelas berikutnya.
Model ‘pemerasan lainnya’ guru membuka les privat bagi murid-muridnya, meski hal ini juga sudah ada larangannya. Namun, karena para orang tua takut kalau terjadi apa-apa pada anaknya jika tidak mengikuti les tersebut, maka dengan terpaksa mengikutkan anaknya les tersebut.
Disisi lain, Kode Etik Guru Indonesia ini memberi payung hukum bagi guru dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, sehingga masyarakat dan pihak-pihak lain tidak dapat semena-mena menghakimi guru jika ada permasalahan yang menyangkut profesi guru.

B. Tujuan

Peenyusunan makalah ini bertujuan :
·         Dapat mengetahui Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru
·         Mengetahui bagaimana profesionalisme seorang guru mentaati kode etik guru
C.    Rumusan Masalah
  • Apa arti kode etik guru yang sebenarnya
  • Bagai mana menerapkan kode etik guru
D. Batasan masalah

Pembahasan makalah ini hanya terbatas pada Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru




BAB II
PENERAPAN KODE ETIK PADA PROFESI

A. Pengertian Profesi
Profesi berasal dari bahasa latin "Proffesio" yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi: kegiatan "apa saja" dan "siapa saja" untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keah-lian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.
Menurut Dedi Supriadi 1999 profesi guru adalah orang suatu pelayanan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan.
Abin syamsudin 2000. Mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki rang pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan tingkat tinggi
Galbreath, J. 1999 profesi guru adalah orang yang Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik.

B. Pengertian  Profesional
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu;
  1. Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
  2. Penguasaan ilmu yang kuat;
  3. Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
  4. Pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
C. Kode Etik Guru Indonesia
Kode etik
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri.
Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas kehendak sendiri), dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan.
Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter, guru, pustakawan, pengacara, Pelanggaran kde etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan Dokter Indonesia terdapat Kode Etik Kedokteran. Bila seorang dokter dianggap melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia, bukannya oleh pengadilan.
Kode etik adalah pernyataan cita-cita dan peraturan pelaksanaan pekerjaan (yang membedakannya dari murni pribadi) yang merupakan panduan yang dilaksanakan oleh anggota kelompok. Kode etik yang hidup dapat dikatakan sebagai ciri utama keberadaan sebuah profesi.
Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat; sederhana, jelas dan konsisten; masuk akal, dapat diterima, praktis dan dapat dilaksanakan; komprehensif dan lengkap; dan positif dalam formulasinya. Orientasi kode etik hendaknya ditujukan kepada rekan, profesi, badan, nasabah/pemakai, negara dan masyarakat. Kode etik diciptakan untuk manfaat masyarakat dan bersifat di atas sifat ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status. Etika yang berhubungan dengan nasabah hendaknya jelas menyatakan kesetiaan pada badan yang mempekerjakan profesional.
Kode etik sebagai bimbingan praktisi. Dan hendaknya diungkapkan sedemikian rupa sehingga publik dapat memahami isi kode etik tersebut. Dengan demikian masyarakat memahami fungsi kemasyarakatan dari profesi tersebut. Juga sifat utama profesi perlu disusun terlebih dahulu sebelum membuat kode etik. Kode etik hendaknya cocok untuk kerja keras
Sebuah kode etik menunjukkan penerimaan profesi atas tanggung jawab dan kepercayaan masyarakat yang telah memberikannya

Rumusan Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia ini merupakan hasil rumusan Konferensi Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Meskipun banyak organisasi profesi guru tetapi berdasarkan pengalaman pada banyak jenis profesi dan negara, Kode Etik profesi sejenis bersifat tunggal.
Ada 7 kode etik yang harus dipatuhi, yaitu yang mengatur hubungan guru dengan peserta didik, orangtua/walimurid, masyarakat, sekolah dan rekan sejawat, profesi, organisasi profesi dan pemerintah. Tiap-tiap pokok hubungan itu tertuang dalam beberapa butir sebagai berikut:
8.        Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
q.      Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
r.        Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
s.       Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
t.        Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan meng-gunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
u.      Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus harus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajaryang efektif dan efisien bagi peserta didik.
v.      Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
w.    Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gang-guan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
x.      Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keselu-ruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
y.      Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
z.       Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
aa.   Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
bb.  Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
cc.   Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
dd. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
ee.   Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profe-sionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
ff.    Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profe­sional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

9.        Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa:
h.         Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
i.           Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
j.           Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
k.         Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan
l.           Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
m.       Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kema­juan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
n.         Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

10.    Hubungan Guru dengan Masyarakat:
i.        Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengem-bangkan pendidikan.
j.        Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
k.      Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
l.        Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
m.    Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan mening­katkan kesejahteraan peserta didiknya.
n.      Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
o.      Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
p.      Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.

11.    Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat:
r.        Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
s.       Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
t.        Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
u.      Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
v.      Guru menghormati rekan sejawat.
w.    Guru saling membimbing antar sesama rekan sejawat.
x.      Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standardan kearifan profesional.
y.      Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan junior-nya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
z.       Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan
pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas
pendidikan dan pembelajaran.
aa.   Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiaptindakan profesional dengan sejawat.
bb.  Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalan-kan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
cc.   Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
dd. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
ee.   Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan penda-pat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
ff.    Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
gg.  Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
hh.  Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.

12.    Hubungan Guru dengan Profesi:
i.        Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
j.        Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan.
k.      Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
l.        Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggung jawab atas konsekuensinya.
m.    Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggung jawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
n.      Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan penda­pat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
o.      Guru tidak boleh menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesio­nalnya.
p.      Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.

13.    Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya:
i.        Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
j.        Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
k.      Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
l.        Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggung jawab atas konsekuensinya.
m.    Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
n.      Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
o.      Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
p.      Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

14.    Hubungan Guru dengan Pemerintah:
f.       Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
g.      Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
h.      Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan berne-gara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
i.        Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
j.        Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.

D. Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru
Guru dalam menjalani profesinya sebagai guru perlu mematuhi dan mempelajari Kode Etik Guru Indonesia.
Etika Profesi Pendidikan, menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan yang memerlukan adanya etika. Kata  etika berasal dari bahasa Yunani  “ethos” bermakna adat kebiasaan, etika terkait dengan tingkah laku manusia mana yang baik dan buruk sesuai dengan akal pikiran.  Etika juga lazim disebut  “akhlaq” yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan yang tercela.  Sedangkan profesi merupakan kelompok lapangan kerja khusus dan dalam melaksanakan kegiatan memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia.. Profesi hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
Profesi mensyaratkan adanya pengetahuan formal, maka hal ini  menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan. Lembaga pendidikan ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan meneruskan pengetahuan profesional.
Mencermati kode etik guru yang mengatur hubungan antara guru dan murid, dapat kita lihat sebagai berikut :
Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a.              Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b.             Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c.              Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d.             Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan meng-gunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e.              Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus harus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajaryang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f.              Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g.             Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gang-guan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h.             Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keselu-ruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i.               Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
j.               Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k.             Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l.               Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m.           Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n.             Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o.             Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p.             Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profe­sional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

Pengaturan mengenai hubungan guru- peserta didik (murid) dalam kode etik guru adalah hal yang seharusnya dominan dan utama, karena sebenarnya kode etik itu dibuat untuk memperjelas relasi guru-murid, sehingga tidak sampai terjadi pelanggaran etika profesi guru. Tetapi bila kita mencermati bunyi kode etik di atas, terasa belum jelas aturan mengenai relasi guru dengan murid. Banyak poin-poin dalam kode etik itu yang tidak dapat terukur dengan jelas. Instrumen yang digunakan untuk menilai pelaksanaan tiap butir kode etik guru itu juga masih tidak jelas. Ketidakjelasan relasi guru dengan murid dan stakeholder lain itu akan menyulitkan pelaksanaan UU Guru. Sebab, beberapa pasal RUU Guru, termasuk dasar pemberian sanksi administratif, mengacu kode etik guru
Bila rumusan kode etiknya tidak begitu jelas, bagaimana Dewan Kehormatan Guru (Pasal 30–32 RUU Guru) dapat bekerja dengan baik, padahal salah satu tugas Dewan Kehormatan Guru memberi saran dan pertimbangan dalam rangka pelaksanaan tugas profesional dan Kode Etik Guru Indonesia.
Berbeda misalnya kode etik yang menyangkut hubungan guru dengan murid itu berbunyi:
  • Guru tidak boleh memberi les privat kepada muridnya;
  • Guru tidak boleh menjual buku pelajaran atau benda-benda lain kepada murid;
  • Guru tidak boleh berpacaran dengan murid;
  • Guru tidak boleh merokok di depan kelas/murid;
  • Guru tidak boleh melakukan intimidasi, teror, dan tindak kekerasan kepada murid,
  • Guru tidak boleh melakukan penistaan terhadap murid;
  • Guru tidak boleh ber-HP ria di dalam kelas, dan sebagainya
Yang menjadi masalah bagi kalangan pendidikan bukanlah belum adanya kode etik guru, melainkan sudah sejauh mana guru-guru di negeri ini mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan kode etik guru tersebut, baik dalam mendidik anak bangsa ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, guru betul-betul menjadi suri teladan bagi seluruh komponen bangsa di mana pun berada.
Peranan tim asesor dalam menilai kinerja guru sangat menentukan keberhasilan implementasi kode etik guru ini bagi pelaksanaan pembelajaran.  Menurut  PP No. 19 Tahun 2005 akan jelas bahwa untuk menjadi seorang tenaga pendidik yang profesional tidaklah mudah, mereka harus benar-benar teruji dan memenuhi persyaratan. Sebagai tenaga profesional, seharusnya setiap guru benar-benar menghayati dan mengamalkan Kode Etik Guru Indonesia.

E. Kesimpulan

Dengan adanya kode etik guru, maka akan ada majelis kehormatan yang akan mengawal pelaksanaan kode etik tersebut. Jika ada guru yang melanggar kode etiknya, maka dewan kehormatan ini yang akan memberi sangsi kepada guru yang melanggar.
Dari pihak guru sendiri, pengakuan bahwa pekerjaan guru merupakan sebuah profesi akan memiliki beberapa arti. Pertama, dengan diakui sebagai sebuah profesi tentu akan meningkatkan pendapatan mereka, sehingga mereka tidak perlu mencari sumber penghasilan lain untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan demikian mereka lebih memiliki waktu dan biaya untuk pengembangan keahliannya. Kedua, pengakuan tadi juga akan meningkatkan prestise pekerjaan guru.

F. Saran
Yang perlu diatur dalam kode etik guru adalah apa yang boleh dan tidak boleh atau pantas dan tidak pantas dilakukan seorang guru. Indikator "boleh-tidak boleh dan pantas-tidak pantas" suatu tindakan harus jelas agar memberi arah jelas untuk bertindak atau menilai apakah seorang guru melanggar kode etik atau tidak. Bila indikator "boleh-tidak boleh atau pantas-tidak pantas" itu tidak jelas, baik bagi guru maupun orang lain, sulit untuk menilai apakah guru itu melanggar kode etik atau tidak.




DAFTAR PUSTAKA

Keneth AS , Jonas ES. 2007. Etika Profesi Kependidikan.  Yogyakarta: Universitas Sandha.
Supriadi, D. 1998. Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta: Depdikbud.
Surya, H.M. 1998. Organisasi dan Profesi. No. 7/1998. Hlm. 15-17.
http://lenterakecil.com/kode-etik-guru-indonesia-kegi-2013/

Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.

No comments:

Post a Comment