DAFTAR ISI
RINGKASAN.................................................................................................... 1
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang...................................................................................... 2
B.
Rumusan
Masalah................................................................................. 4
C.
Tujuan
Penulisan................................................................................... 4
D.
Manfaat
Penulisan................................................................................ 4
BAB II Tinjauan PUSTAKA
A.
Pengertian
Bimbingan Konseling.......................................................... 5
B.
Pengertian
Membolos........................................................................... 6
C.
Faktor-faktor
yang menyebabkan siswa mmembolos........................
6
D.
Peran program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal
mengatasi
siswa yang suka membolos................................................................... 7
BAB III PEMBAHASAN
A. Konsep Tindakan
Bimbingan Konseling Terhadap Siswa
yang Membolos................................................................................. 14
B. Membentuk Pribadi Siswa Agar Tidak
Membolos........................... 16
BAB IV SIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan........................................................................................... 17
B.
Saran..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 19
RINGKASAN
Berbagai
gagasan tentang cara mengatasi siswa
pembolos tetapi sedikit yang membahas cara mengatasi melalui bimbingan
konseling Sehubungan pemaparan tersebut, tulisan ini memuat (1) Apa saja yang
menyebabkan anak-anak membolos. (2) Bagaimanakah solusi untuk mengatasi anak
-anak membolos. deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur
penulisan yang menghasilkan data desriptif berupa kata-kata tertulis dari
orang-orang dan perilaku yang diamati, didukung dengan studi literatur atau
studi kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian pustaka berupa data dan angka,
sehingga realitas dapat dipahami dengan baik. Langkah-langkah tersebut yaitu
(1) Tahapan memunculkan kesadaran siswa akan buruknya dampak dari membolos (2)
Tahapan mendiskusikan bagaimana cara mengatasi siswa yang membolos. Tahapan
evaluasi akhir bagaima solusi untuk
mengatasi siswa-siswa membolos.
Kata Kunci: Mengatasi siswa pembolos mealalui bimbingan
konseling
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hampir di setiap sekolah dapat dijumpai program Bimbingan dan
Konseling atau disingkat (BK). Program Bimbingan dan Konseling lebih menyangkut
atau mementingkan pada upaya dalam hal memfasilitasi atau memberikan samacam
fasilitas kepada para peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keberadaan program Bimbingan dan Konseling
(BK) di sekolah saat ini sangat dibutuhkan. Hal ini menyangkut pada tugas dan
perannya terhadap peserta didik. Keberadaan program Bimbingan dan Konseling
(BK) sangat dibutuhkan dan mutlak adanya. Misalnya saja kenakalan pada siswa
yang merupakan salah satu faktor penyebab lingkungan sekolah menjadi rusak,
yakni siswa merupakan pelaku utama dalam peristiwa tersebut karena masa
remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu
tahap ke tahap berikutnya mengalami perubahan baik emosional, tubuh, minat,
pola prilaku, dan juga dengan masalah oleh karenanya, remaja sangat rentan
sekali mengalami masalah. Masalah pada siswa itu timbul sebagai akibat
terjadinya perubahan perilaku. Menyebabkan kenakalan siswa seperti membolos dan
meminum minuman keras.Hal itu dapat menyebabkan menurunnya minat belajar yang
ditimbulkan oleh banyak faktor pendorong yang dapat menyebabkan menurunnya
minat belajar siswa diantaranya faktor internal dari anak itu sendiri dan
faktor eksternal seperti keluarga (broken home) dan teman . Faktor eksternal
yang lain kadang kala menjadikan alasan membolos adalah mata pelajaran yang
tidak diminati atau tidak disenangi. Kenakalan siswa ini sangat berdampak
besar dalam kegiatan belajar siswa yang
dapat menyebabkan siswa tersebut malas masuk sekolah. Kenakalan siswa merupakan
suatu bentuk perilaku siswa yang menyimpang dari aturan sekolah. Dalam hal ini
faktor pertemanan sangat berpengaruh penting ,karena siswa tidak mampu
membatasi diri terhadap pengaruh negatif yang di berikan oleh teman
sebayanya.maka dari itu setiap siswa harus mampu membatasi pergaulannya.
Perilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru
lagi bagi banyak pelajar. Hal ini disebabkan kerena perilaku membolos itu
sendiri telah ada sejak dulu. Tindakan membolos sebagai sebuah jawaban atas
kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum
sekolah.Akibatnya memang akan menjadi fenomena yang jelas - jelas akan
mencoreng sekolahan itu sendiri. Tidak hanya di kota - kota besar saja siswa
yang terlihat sering membolos, bahkan sekolah yang letaknya di daerah – daerah
terpencil pun perilaku membolos sudah
menjadi kegemaran. Banyak siswa yang sering membolos bukan hanya di sekolah -
sekolah tertentu saja tetapi banyak sekolah mengalami hal yang sama. Bagi siswa yang kebanyakan remaja dan penuh
dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan beraktifitas, hal
ini sangat mengganggu sekali. Sebab, masa remaja adalah masa yang penuh dengan
semangat kreatifitas. Menurut pandangan psikologis, usia seseorang antara 15 -
21 tahun adalah usia dalam masa pencarian jati diri. Tentu saja sistem
pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang sifatnya
'menyejukkan' membuat anak tidak lagi betah di sekolah. Mereka yang tidak tahan
itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos, walaupun secara tidak
langsung hal seperti ini sebenarnya bukan merupakan suatu jawaban yang
baik. Hal ini dapat dibuktikan bahwa siswa yang suka membolos seringkali
menjadi ikut serta terlibat pada hal - hal yang cenderung merugikan. Tumpuan
kesalahan prilaku membolos kebanyakan di bebankan kepada anak didik yang
terlibat membolos. Ketika kasus demi kasus dapat terungkap, anak didiklah yang
menjadi beban kesalahan. Ini adalah sikap yang tidak mendukung yang justru
hanya akan menambah masalah. Sikap saling introspeksi diri itu adalah hal yang
mendukung untuk menyelesaikan masalah prilaku membolos. faktor kurang nyaman
nya siswa yang ada di sekolah bisa saja menjadi alasan untuk siswa agar bisa
membolos. Seperti fenomena yang telah di paparkan di atas bukan saja anak yang
menjadi tumpuan dan beban kesalahan.Perilaku membolos ini perlu mendapat
perhatian penuh dari berbagai pihak. Bukan saja hanya perhatian yang berasal
dari pihak sekolah, melainkan juga perhatian yang berasal dari orang tua, teman
maupun pemerintah. Perilaku membolos sangat merugikan dan bahkan bisa saja
menjadi sumber masalah baru. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan berlalu,
maka yang bertanggung jawab atas semua ini bukan saja dari siswa itu sendiri
melainkan dari pihak sekolah ataupun guru yang menjadi orang tua di sekolah
juga akan ikut menangungnya. Sehubungan
dengan hal itu kami turut prihatin sehingga ingin mencari penyebab dan
menemukan solusi untuk mengatasi anak-anak masih gemar yang membolos tersebut
B.
Rumusan
Masalah
Dari pemaparan latar belakang tersebut,
rumusan masalah penelitian ini yaitu:
1.
Apa saja yang menyebabkan anak-anak membolos?
2.
Bagaimanakah solusi untuk mengatasi anak
– anak membolos?
C. Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menjelaskan pengertian dari program Bimbingan dan Konseling. (2) Menjelaskan
pengertian dari membolos. (3) Mengetahui
apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos. (4) Mengetahui
dampak atau akibat yang akan ditimbulkan pada siswa yang suka membolos. (5) Mengetahui
bagaimana peran dari progam Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi
siswa yang suka membolos. (6) Menyelesaikan
tugas mata kuliah Profesi Pendidikan.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat
yang diharapkan muncul yaitu; (1) munculnya inovasi baru dalam pembelajaran seputar
tentang apa itu program Bimbingan Konseling dan bagaimana peran program
Bimbingan Konseling dalam mengatasi kasus perilaku membolos pada pelajar/siswa.;
(2) munculnya motivasi guru untuk mengintegrasikan konsep-konsep mengatasi siswa yang sering membolos dan (4)
munculnya perubahan sikap peserta didik dengan mengedepankan nilai-nilai moral
pada karakter bangsa dalam kehidupan sehari-hari.
E.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pengertian
Bimbingan dan Konseling
Prayitno dan Erman Amti (2004)
mengungkapkan bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan oleh orang
yang ahli kepada beberapa orang atau individu, baik anak anak, remaja, maupun
dewasa.
Winkel (2005) memberikan definisi
bimbingan ialah usaha melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan
informasi tentang dirinya sendiri. Kalau kita amati pendapat para ahli tentang
bimbingan sepertinya para ahli diatas kebanyakan sepakat bahwa secara umum
bimbingan mempunyai arti bantuan. Namun jika kita mau menyimpulkan pendapat
para ahli tersebut dengan pengertian yang lebih luas, maka kurang lebih
kesimpulannya adalah bahwa bimbingan merupakan bantuan yang dilakukan oleh
seorang ahli kepada individu atau beberapa orang dengan memberikan pengetahuan
tambahan untuk memahami dan mengatasi permalahan yang dialami oleh individu
atau seseorang tersebut, dengan cara terus menerus dan sitematis.
Setelah kita menyimpulkan definisi
bimbingan dari beberapa ahli, sekarang kita juga akan mempelajari definisi
konseling. Marilah kembali kita simak pendapat para ahli!. Menurut Prayitno dan
Erman Amti(2004) konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang
mengalami masalah yang bermuara pada teratsinya masalah yang dihadapi oleh
individu tersebut.
Winkel (2005) berpendapat bahwa
konseling merupakan serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam
usaha membantu konseli secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat
mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah
khusus.
Dari kedua pendapat diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengertian konseling merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh konselor yang dilakukan secara khusus dengan cara tatap tatap
muka dengan konseli guna mengatasi masalah yang dihadapi konseli.
Setelah menguraikan beberapa definisi
tentang bimbingan dan konseling, maka sekarang kita bisa menyimpulkan definisi
Bimbingan dan Konseling (BK) yaitu Serangkaian kegiatan berupa bantuan yang
dilakukan oleh seorang ahli kepada konseli dengan cara tatap muka, baik secara
individu atau beberapa orang dengan memberikan pengetahuan tambahan untuk
mengatasi permalahan yang dialami oleh konseli, dengan cara terus menerus dan
sitematis.
2. Pengertian dari membolos
Menurut Kristiyani
(2009) perilaku yang dikenal dengan istilah truancy ini dilakukan dengan
cara, siswa tetap pergi dari rumah pada pagi hari dengan berseragam, tetapi
mereka tidak berada di sekolah. Perilaku ini umumnya ditemukan pada remaja
mulai tingkat pendidikan SMP. Sedangkan menurut
Ridlowi (2009) membolos dapat diartikan sebagai
perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat. Atau
bisa juga dikatakan ketidak hadiran tanpa alasan yang jelas.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa perilaku membolos adalah perilaku siswa yang tidak masuk sekolah atau
tidak mengikuti pelajaran tanpa alasan atau dengan alasan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.
3. Faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos
Mengemukakan tentang alasan-alasan yang
menyebabkan
siswa membolos sekolah, dibagi 2 kelompok yaitu:
a. Sebab dari dalam diri anak itu
sendiri, yaitu :
1. Pada umumnya anak tidak ke sekolah
karena sakit,
2. Ketidakmampuan anak dalam mengikuti
pelajaran di sekolah,
3. Kemampuan intelektual yang tarafnya
lebih tinggi dari teman-temannya,
4. Dari banyaknya kasus di sekolah,
ternyata faktor pada anak yaitu
kekurangan
motivasi belajar yang jelas mempengaruhi anak.
b. Sebab dari luar anak, yaitu :
1. Faktor Keluarga
Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin sering) ada siswa
yang tidak diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan
tertentu mungkin hal ini dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis atau
permasalahan dalam keluarganya. Misalkan kakaknya sakit, sementara kedua orang
tuanya harus pergi bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya tersebut
maka adiknya terpaksa tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut bolehlah sang
adik tidak masuk sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang anak tersebut
tidak membuat surat izin kepada pihak sekolah, sehingga piha sekolah tidak tahu
duduk permasalahannya. Yang mereka tahu si A membolos. Sementara dampaknya bagi
anak tersebut ialah ia harus kehilangan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi
kebiasaan (membolos), lambat laun siswa tersebut tidak peduli lagi dengan
peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau masuk atau tidak. Orang tua
yang tidak peduli terhadap pendidikan. Selain itu sikap orang tua terhadap
sekolah juga memberi pengaruh yang besar pada anak. Jika orang tua menganggap
bahwa sekolah itu tidak penting dan hanya membuang-buang waktu saja, atau juga
jika mereka menanamkan perasaan pada anak bahwa ia tidak akan berhasil, anak
ini akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah. Biasanya sikap orang tua
yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting karena mereka sendiri orang
yang kurang berpendidikan. Akibatnya penghargaan terhadap pendidikan hanya
dipandang sebelah mata. Bahkan mereka menuntut agar anak-anaknya untuk bekerja
saja mencari uang. Ironisnya mereka juga menuntut agar anaknya memperoleh hasil
yang lebih besar dari kemampuan anak tersebut. Orang tua seperti ini tidak
memiliki pandangan jauh ke depan, sebagai imbasnya masa depan anaklah yang
menjadi korban. Membeda - bedakan anak. Ada orang tua yang beranggapan bahwa
pendidikan bagi anak laki-laki lebih penting daripada anak perempuan. Anak laki
- lakilah yang menjadi tumpuan dan kebanggaan keluarga, sementara anak
perempuan pada akhirnya akan kawin dan hanya mengurusi masalah dapur, sehingga
tidak memerlukan pendidikan yang terlalu tinggi. Dalam hal ini, anak perempuan
didorong untuk tidak masuk sekolah. Mengurangi uang saku. Meskipun tidak semua
anak menginginkan uang saku yang banyak, namun tidak sedikit pula anak - anak
yang merasa kurang percaya diri jika uang saku mereka sedikit dibanding dengan
teman-temannya. Sehingga akibatnya pada anak tersebut ialah ia menjadi malas
untuk masuk sekolah. Di zaman modern
seperti sekarang ini uang selalu dapat berbicara, tak terkecuali pada bidang
pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang mengharuskan siswa-siswanya untuk
membeli LKS, buku wajib, dan segala dan kebutuhan lain demi kepentingan proses
belajar. Untuk barang-barang tersebut kadang orang tua tidak mau mengeluarkan
uang untuk membelinya. Maka siswa yang tidak membeli akan malu pada siswa lain
yang membeli. Dan siswa yang tidak membeli akan malas untuk berangkat ke
sekolah.
2. Faktor Personal
Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi
atau hilangnya minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau karena
kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.
3. Faktor yang Berasal dari Sekolah
Tanpa disadari, pihak sekolah bisa jadi menyebabkan perilaku
membolos pada remaja, karena sekolah kurang memiliki kepedulian terhadap apa
yang terjadi pada siswa. Awalnya barangkali siswa membolos karena faktor
personal atau permasalahan dalam keluarganya. Kemudian masalah muncul karena
sekolah tidak memberikan tindakan yang konsisten, kadang menghukum kadang
menghiraukannya. Ketidakkonsistenan ini akan berakibat pada kebingungan siswa
dalam berperilaku sehingga tak jarang mereka mencoba - coba membolos lagi. Jika
penyebab banyaknya perilaku membolos adalah faktor tersebut, maka penanganan
dapat dilakukan dengan melakukan penegakan disiplin sekolah. Peraturan sekolah
harus lebih jelas dengan sangsi - sangsi yang
dipaparkan secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi siswa
sehingga perilaku membolos dapat diminimalkan. Selanjutnya, faktor lain yang
perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung di sekolah. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos, pendekatan
individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan
permasalahan pribadi dan keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan
mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah, apakah siswa merasa tugas - tugas
yang ada sangat mudah sehingga membosankan dan kurang menantang atau sebaliknya
sangat sulit sehingga membuat frustasi. Tugas pihak sekolah dalam membantu
menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan kondisi sekolah hingga nyaman
bagi siswa - siswanya. Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar di kelas,
proses administratif serta informal di luar kelas.
Dalam seting sekolah, guru memiliki peran penting pada
perilaku siswa, termasuk perilaku membolos. Jika guru tidak memperhatikan
siswanya dengan baik dan hanya berorientasi pada selesainya penyampaian materi
pelajaran di kelas, peluang perilaku membolos pada siswa semakin besar karena
siswa tidak merasakan menariknya pergi ke sekolah. Salah satu cara yang dapat
dilakukan guru untuk memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik datang dan
merasakan manfaat sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang
menjadi minat tiap siswa, apa yang menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana
perkembangan mereka selama dalam proses pembelajaran. Dengan perhatian seperti
itu siswa akan terdorong untuk lebih terbuka terhadap guru sehingga jika ada
permasalahan, guru dapat segera membantu. Dengan suasana seperti itu siswa akan
tertarik pergi ke sekolah dan perilaku membolos yang mengarah pada kenakalan
remaja dapat dikurangi. Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini hanya
menjadi salah satu faktor saja. Faktor lainnya seperti faktor personal dan
faktor keluarga juga tak kalah penting dan memberi kontribusi besar dalam
perilaku membolos, sehingga pencarian mengenai penyebab yang pasti dari
perilaku membolos perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak
mana yang layak melakukan intervensi.
Sekolah merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar.
Di sana tempat siswa - siswa belajar ilmu pengetahuan. Belajar akan lebih
berhasil bila bahan yang dipelajari menarik perhatian anak. Karena itu bahan
harus dipilih yang sesuai dengan minat anak atau yang di dalamnya nampak dengan
jelas adanya tujuan yang sesuai dengan tujuan anak melakukan aktivitas belajar.
Jadi, suasana kelas sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Selain itu,
tujuan pembelajaran yang jelas juga akan memudahkan siswa dalam pemahamannys.
Sehingga siswa tidak akan bosan dan mudah mengikuti kegiatan pembelajaran. Jadi,
dapat dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor yang berisiko
meningkatkan munculnya perilaku membolos pada remaja, yaitu antara lain
kebijakan mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim antara
orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau
tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.
4. Akibat
yang akan ditimbulkan oleh siswa yang suka membolos
Berikut ini
beberapa akibat dari tindakan membolos siswa, antara lain :
a. Akibat dari psikis
Anak
cenderung merasa cemas jika membolos, karena jika ditemukan oleh petugas
sekolah maka akan dihukum dan diskorsing, tidak naik kelas, dan akibat yang
lebih buruk lagi adalah dikeluarkan dari sekolah. Perasaan cemas ini sebenarnya
dirasakan oleh setiap anak yang melakukan kesalahan atau melanggar peraturan,
tapi tingkat atau kadar kecemasan dari masing-masing anak berbeda.
b. Akibat secara sosial
Anak yang
sering membolos cenderung dibenci atau tersisihkan dari teman-temannya. Anak
yang tidak membolos, enggan berteman dengan anak yang sering membolos karena
khawatir akan terpengaruh pada kebiasaan-kebiasaan jelek. Seperti pendapat Jadi
bisa dikatakan bahwa anak membolos dapat dipengaruhi atau mempengaruhi orang
lain.
c. Akibat dalam prestasi belajar
Anak tidak masuk sekolah pasti
ketinggalan langkah dasar tertentu dalam belajar. Waktu dia kembali ke sekolah
dia rugi karena tidak masuk sekolah, dia membolos lagi karena hal itu dia gagal
dan dengan demikian ia membuka jalan kegagalan berikutnya apabila ia masuk
sekolah lagi.
5. Peran program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal
mengatasi siswa yang suka membolos
Bimbingan Konseling atau sering disebut sebagai BP dahulu
sering kali menjadi momok atau bahkan sesuatu yang dibenci oleh siswa karena
lebih berfungsi sebagai pengadilan siswa dari pada membimbing siswa. Jika ada
siswa yang bermasalah melanggar aturan sekolah maka langsung dipanggil guru BP
untuk dilakukan pembinaan yang cenderung ke arah penghakiman. Paradigma itu
semestinya perlu sedikit diubah yaitu bahwa Bimbingan Konseling tidak hanya
mengurusi anak yang bermasalah melanggar aturan sekolah namun juga harus bisa
berfungsi sebagai teman bagi siswa dan pelajar hingga bisa menjadi tempat
curhat. Bimbingan konseling semestinya bisa memberikan rasa nyaman kepada siswa
dengan dapat memberikan banyak solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi
siswa baik stres masalah pelajaran, keluarga,pertemanan dan lain sebagainya.
Perubahan paradigma ini diharapkan kenakalan maupun stress dikalangan siswa
bisa semakin dieliminir. Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya
mengisi otak anak - anak dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha
membentuk pribadi anak menjadi manusia yang berwatak baik. Mengajar tidak
sekedar transfer pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk membentuk pribadi
santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada
siswa, pendidik atau pihak sekolah juga turut memikirkannya, berusaha
mencarikan jalan keluar.
Dalam menghadapi anak
tersebut peran BK sangatlah penting. Sebagai sarana untuk mencari solusi,
fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan personal, harapannya siswa dapat
lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing dapat memahami dan
mendapat gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi siswa. Menghentikan
sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan sangatlah minim kemungkinannya.
Tetapi usaha untuk meminimalisisir kebiasaan tidak baik tersebut tentu ada. Dan
salah satu usaha dari pihak sekolah ialah dengan program Bimbingan Konseling
(BK). Kita mungkin pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri bagaimana
rasanya dihukum karena membolos. Padahal menghukum bukanlah satu-satunya jalan
untuk membuat siswa jera dalam melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut
malah menjadikan anak lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab siswa
remaja merupakan masa kondisi emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan
mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk lurus maka ia
akan patah. Oleh karena itu, penanganannya harus hati - hati.
Sesungguhnya
yang paling dominan dalam mempengaruhi siswa membolos adalah keberadaan guru.
Guru yang ideal harus berfungsi sebagai,Designer of Instruction. Sebagai
Designer, guru harus mampu membuat pembelajaran menarik dan tidak membosankan,
tapi seperti yang telah kita ketahui banyak guru yang tidak mampu sebagai
peracik bahan - bahan pengajaran yang kemudian dikemas dan di sajikan menarik
kepada siswa, sehingga pada gilirannya siswa merasa jenuh di kelas. Dan tidak
kalah pentingnya guru ideal adalah guru yang mampu menempatkan dirinya sebagai
Evaluator of Instruction, guru diharapkan sebagai penilai hasil ujian siswa
dengan mengedepankan kejujuran, transparansi dalam menilai siswanya. Tapi
banyak sekali guru dengan kesibukannya mencari tambahan ekonomi keluarga,
melakukan penilaian dengan cara “ngaji (mengarang biji)” nilai siswa dikarang
karena tidak punya waktu banyak untuk menilai satu persatu siswanya. Hal inilah
bisa sebagai pemicu siswa membolos.
BAB III. METODE PENULISAN
A. Jenis Penulisan
Penulisan ini merupakan jenis penulisan
deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penulisan yang
menghasilkan data desriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang
dan perilaku yang diamati, didukung dengan studi literatur atau studi
kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian pustaka berupa data dan angka,
sehingga realitas dapat dipahami dengan baik (Moloeng, 1990:5).
Penekanan dalam penulisan ini
dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklarifikasi mengenai suatu
fenomena yang terjadi atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan
sejumlah variabel yang berkaitan dengan masalah dan unit yang diamati
(Faisal, 1999:20). Dalam menganalisis permasalahan, terlebih dahulu
melakukan proses analisis terhadap permasalahan kemudian mengaitkan permasalahan
yang terjadi di lapangan beserta solusinya. Tujuan dari penulisan deskriptif
ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena
yang diselidiki (Nazir, 2003)
B. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dilakukan dengan
memahami atau mengekplorasi beberapa data sehingga mampu memberikan deskripsi
tentang masalah yang dianalisis. Sesuai dengan jenis penulisannya maka
penulisan karya ilmiah ini menggunakan teknik penulisan yang berkarakter
kualitatif dengan menguraikan, menjabarkan, dan merangkai variabel-variabel
yang diteliti menjadi sebuah untaian kata-kata dalam setiap bagian pembahasan.
C. Jenis Data Dan Teknik Pengumpulan
Data
Data yang digunakan
dalam penulisan ini termasuk jenis data sekunder, yaitu data yang diperoleh
secara tidak langsung melalui media perantara. Teknik dilakukan dengan cara
mempelajari dan menganalisis beberapa hal yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
Data-data yang relevan tersebut berupa hasil dokumentasi yang memiliki
relevansi terhadap permasalahan yang dikaji. Data-data tersebut dapat diperoleh
dari beberapa buku pegangan
Guru BK dan data wawancara . Data diperoleh dengan cara wawancara atau observasi Guru BK dan
melakukan diskusi untuk memperkuat argumen dan pemahaman terhadap permasalahan
yang diangkat. Metode diskusi merupakan teknik pengumpulan data dengan
melakukan pertukaran pikiran dengan orang yang memiliki kompetensi tentang topik yang
diangkat. Dengan demikian, proses analisis yang merupakan hasil pengumpulan
data ini hanya sebatas data yang dapat diperoleh.
D. Metode Analisis Data
Sehubungan dengan permasalahan yang
tertulis pada rumusan masalah dan pendekatan penulisan yang digunaan, penulis
menganalisa data-data yang diperoleh dengan metode analisa deskriptif
kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun, sehingga mempermudah
pembahasan masalah-masalah yang ada. Karena titik fokus penulisan ini adalah
penulisan berbasis literatur (pustaka), maka data yang diumpulkan merupakan
data kualitatif. Proses analisa data yang dilakukan dalam penulisan ini terjadi
secara bolak balik dan berinteraktif, yang terdiri dari:
Pengumpulan data (data collection)
Reduksi
data (data reduction)
Penyajian
data (data display)
Pemaparan dan penegasan kesimpulan (conclution drawing and verification)
(Milles Huberman : 1994)
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Konsep Tindakan
Bimbingan Konseling Terhadap Siswa yang Membolos
Konsep ini menitikberatkan bagaimana tindakan mengatasi siswa yang
membolos Dengan Mengetahui Faktor - Faktor
Penyebabnya Dengan mengetahui faktor - faktor penyebabnya, pembimbing sedikit
tahu bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui
pendekatan supaya siswa yang membolos mau menerima arahan dari pembimbing.
Adapun jika siswa masih bersikap tertutup, tidak mau menceritakan permasalahan
mengapa ia membolos, maka pembimbing menggunakan cara lain yaitu menanyakan
pada teman dekatnya. Begitu semua informasi yang diperlukan telah diperoleh,
pembimbing langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang
telah dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi
nasehat dan arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan
memarahinya. Tidak teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada
siswa. Ada banyak sebab yang terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang
dikuasai anak. Jadi kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa.
Ada faktor dari luar yang juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh
karena itu, tugas BK selain memberi arahan pada siswa juga mengkondisikan
lingkungan sekolahnya sebaik mungkin supaya siswa merasa betah berada di
sekolah. Selain itu pembimbing juga selalu menjalin komunikasi dengan keluarga
siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah anak.
Menerapkan Gerakan Disiplin. Gerakan disiplin ini
difokuskan untuk memantau para pelajar yang membolos atau pergi pada waktu
jam-jam sekolah. Biasanya mereka barada di tempat keramaian atau di tempat
hiburan. Pelajar yang membolos selain merugikan dirinya sendiri juga berpotensi
untuk menimbulkan keresahan di masyarakat karena biasanya pelajar yang suko
membolos mempunyai tingkat kenakalan yang tinggi dan justru sering medekati
kriminal seperti pengompasan pelajar yang lebih kecil atau dibawahnya sampai
dengan tawuran dan pesta miras. Sex bebas di kalangan pelajar juga muncul dari
fenomena bolos sekolah dimana orang tua sering kali tidak di rumah karena harus
bekerja dimanfaatkan untuk berbuat negatif. Fenomena bolos sekolah ini
sebenarnya tidak bisa dianggap remeh karena dari sinilah banyak hal tentang
kerusakan moral pelajar dimulai. Oleh karena itu perlu tindakan tegas dari para
aparat Satpol PP untuk sering melakukan operasi agar menjadi sebuah shock
therapy yang mempunyai efek jera bagi para pembolos dan juga ketegasan dari
pihak sekolah untuk mencegah siswanya bolos sekolah. Kalaupun siswa harus
keluar sekolah pada jam sekolah haruslah seijin sekolah dengan menggunakan
surat ijin.
Sosialisasi Kepada Pengelola Hiburan Pihak Dinas
Pendidikan dibantu oleh Kesbanglinmas dan Satpol PP serta berkoordinasi dengan
Kepolisian harus terus mensosialisasikan kepada para pengelola hiburan seperti
Play Station untuk tidak menerima konsumen Pelajar pada jam sekolah. Kebanyakan
pelajar yang bolos sekolah ”bersembunyi” di sana. Setelah sosialisasi dirasa
cukup mungkin dengan penempelan stiker atau poster tentang larangan pelajar
bermain di waktu jam sekolah maka ditingkatkan menjadi taraf pemantauan. Jika
dari pihak pengelola masih membiarkan para pelajar bolos bermain di situ maka
dapat diberi peringatan ,jika peringatan tidak diindahkan maka bisa dilakukan
penyegelan sementara atau bahkan penutupan paksa disesuaikan dengan aturan yang
berlaku. Sesungguhnya yang paling dominan dalam mempengaruhi siswa membolos
adalah keberadaan guru. Guru yang ideal harus berfungsi sebagai,Designer of
Instruction. Sebagai Designer, guru harus mampu membuat pembelajaran menarik
dan tidak membosankan, tapi seperti yang telah kita ketahui banyak guru yang
tidak mampu sebagai peracik bahan - bahan pengajaran yang kemudian dikemas dan
di sajikan menarik kepada siswa, sehingga pada gilirannya siswa merasa jenuh di
kelas. Dan tidak kalah pentingnya guru ideal adalah guru yang mampu menempatkan
dirinya sebagai Evaluator of Instruction, guru diharapkan sebagai penilai hasil
ujian siswa dengan mengedepankan kejujuran, transparansi dalam menilai
siswanya. Tapi banyak sekali guru dengan kesibukannya mencari tambahan ekonomi
keluarga, melakukan penilaian dengan cara “ngaji (mengarang biji)” nilai siswa
dikarang karena tidak punya waktu banyak untuk menilai satu persatu siswanya.
Hal inilah bisa sebagai pemicu siswa membolos.
B. Membentuk Pribadi
Siswa Agar Tidak Membolos
Dari metode penerapan yang
dikemukakan Barraja-Royan di bab sebelumnya, diketahui bahwa ada enam tahapan utama dalam tahapan memembentuk pribadi siswa
agar tidak membolos. Keenam tahapan
tersebut yaitu (1) munculkan kesadaran peserta didik akan adanya efek
buruk jika mereka terus membolos, kesadaran akan mereka akan ketinggalan
pelajaran, kesadaran akan pentingkannya mengikuti pelajaran; (2) Tahapan akan
selalu saling memperingati akan pentingnnya mengikuti pelajaran dikelas dan
ruginya akan membolos; (3) Tahapan evaluasi akhir akan kesadaran siswa bahwa
pentingnya mereka mengikuti pelajaran dikelas dan betapa ruginya mereka jika
meninggalkan pelajaran; .
Dari
model tersebut, detail kegiatan mengatasi siswa membolos dan akan membentuk
pribadi siswa menjadi lebih baik adalah sebagai berikut
Sasaran
Prograam : Siswa SMP kelas IX dan
siswa SMA kelas XI
Mata
Pelajaran : Bimbingan Konseling
Langkah
kegiatan pembelajaran
1. Bercakap-cakap
dengan peserta didik mengenai topik yang dibahas.
2. Bercakap-cakap
dengan peserta didik tentang masalah apa
yang dibahas
3. Meminta
siswa menceritakan masalahnya kenapa ia membolos.
4. Mendiskusikan
masalah yang dihadapi siswa
5. Mendiskusikan
solusi yang baik tentang masalah yang dihadapi siswa
6. Pemamaparan
lanjut guru memberikan saran agar masalah yang dihadapi siswa terselesaikan.
Dari
pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan diawali dengan
mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa yang menyebabkan siswa tersebut
membolos, dilanjutkan dengan siswa menceritakan masalahnya, kemudian mendiskusikan
masalah yang siswa hadapi, dan terakhir adalah guru memberikan saran agar
masalah yang dihadapi siswa terselesaikan. Model ini akan lebih memudahkan
siswa menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Sehingga harapan terbentuknya pribadi
siswa agar tidak membolos pun mampu direalisasi.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Bimbingan merupakan
a.
Suatu proses yang berlesinambungan.
b.
Suatu proses membantu individ.
c.
Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar
individu yang bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara
optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya.
d.
Kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan
agar individu dapat memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan
lingkungannya.
Untuk melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan
petugas yang telah memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bimbingan
dan konseling. Istilah konseling (counseling) diartikan sebagai penyuluhan.
Istilah penyuluhan dalam kegiatan bimbingan menurut beberapa ahli kurang tepat.
Menurut mereka yang lebih tepat adalah konseling karena kegiatan konseling ini
sifatnya lebih khusus, tidak sama dengan kegiatan - kegiatan penyuluhan lain
seperti penyuluhan dalam bidang pertanian dan penyuluhan dalam keluarga
berencana. Pelayanan konseling menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang
yang dapat memberikan bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling ini. Membolos
merupakan salah satu kenakalan siswa yang dalam penanganannya perlu perhatian
yang serius. Memang tidak sepenuhnya kegiatan membolos dapat dihilangkan,
tetapi usaha untuk meminimalisir tetap ada. Faktor-faktor yang menjadi penyebab
siswa membolos terbagi menjadi dua golongan, yaitu faktor internal dan eksternal.
Selain itu, faktor–faktor lain yang menjadi penyebab siswa membolos
lainnya, meliputi: faktor keluarga, faktor kurangnya kepercayaan diri, perasaan
yang termarginalkan, faktor personal serta faktor yang berasal dari sekolah. Akibat
yang ditimbulkan oleh siswa yang membolos, akan mengalami kegagalan dalam
pelajaran. Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan
mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh teman-temannya. Peran
program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka
membolos, yakni dengan mengetahui faktor - faktor penyebab siswa membolos,
menerapkan gerakan disiplin serta sosialisasi kepada pengelola hiburan. Melalui
program BK, pihak sekolah berupaya mencari solusi bagi mereka yang suka
membolos. Karena membolos terkait berbagai faktor, maka dalam penyelesaiannya
tidaklah mudah. Oleh karena itu pihak sekolah juga mengikutsertakan orang
tua. Dengan adanya kerjasama yang baik
antara pihak sekolah (dalam hal ini BK) dan orang tua siswa, permasalah
membolos siswa diharapkan dapat diselesaikan sehingga tidak menjalar kepada
siswa lainnya.
B.
Saran
Adapun saran dari
tulisan ini yaitu Dengan adanya tulisan ni, para pembaca bisa lebih mengetahui tentang
pengertian Bimbingan dan Konseling serta peran Bimbingan dan Konseling terhadap
Perilaku membolos yang kerap dilakukan para remaja sekolah. Dan siswa lebih
memahami bahwa prilaku membolos sangat merugikan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
·
Kartono, Kartini. Bimbingan bagi anak dan
remaja yang bermasalah. Rajawali Pers: Jakarta. 1991
·
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoretis dan
Praktis. Remaja Rosdakarya: Bandung. 2006
·
Soejatno, Agoes. Bimbingan Kearah Belajar yang
Sukses. Aksara Baru: Surabaya. 1990
·
Agoes Soejatno, Bimbingan Kearah Belajar yang
Sukses (Aksara Baru : Surabaya, 1990) Halaman 19
·
Kartini Kartono, Bimbingan bagi anak dan remaja
yang bermasalah (Rajawali Pers : Jakarta. 1991) Halaman 78
·
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan
Praktis (Remaja Rosdakarya : Bandung, 2006) Halaman 127
·
Kartini Kartono, Bimbingan bagi anak dan remaja
yang bermasalah (Rajawali Pers : Jakarta. 1991) halaman 83
terima kasih artikelnya sangat membantu, kebetulan kami juga bergerak di bidang pengembangan aplikasi khususnya untuk absensi sekolah berbasis sms gateway terhubung langsung dengan HP orang tua, cocok juga untuk absensi pegawai kantor, untuk lebih jelasnya silahkan hubungi website kami www.schoolmantic.com
ReplyDelete